Langsung ke konten utama

BBM Naik, Nelayan Tradisional Mulai Menjerit

Radar Publik
JAKARTA - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi per-22 Juni 2013 langsung memberikan dampak negatif pada nelayan tradisional. Kenaikan harga BBM bukan hanya berpengaruh pada meningkatnya biaya operasional melaut karena harus membeli bahan bakar lebih mahal, tetapi juga berdampak pada tingginya harga bahan pokok sehingga harus merogoh kocek lebih besar.

Seperti diungkapkan Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim. Dia menuturkan, dengan kenaikan BBM bersubsidi berimbas pada kenaikan harga bahan pokok seperti beras, minyak sayur, gula, garam, dan lainnya berkisar  Rp1.000-Rp.5000/kg/liter. Di mana, kenaikan harga bahan pokok itu, dilansir Kiara dari empat kampung nelayan di tiga daerah, mulai dari Tarakan, Bengkalis, dan Gresik.

"Demikan situasi yang dihadapi masyarakat nelayan. Misal nelayan Bengkalis, ditengah isu kenaikkan BBM dan sulitnya mencari ikan akibat kabut asap tebal (kebakaran hutan) yang menghalangi melaut, harga-harga bahan kebutuhan pokok naik antara Rp200-Rp5.000 kilogram per liter," katanya melalui siaran persnya, kepada Radar Publik, Sabtu (22/6/2013).

Padahal, kata dia, kenaikan harga bahan pokok itu tidak sebanding dengan pendapatan para nelayan. Pasalnya, meski harga BBM naik, tidak membuat penghasilan para nelayan bertambah, mengingat para nelayan tradisional di Tarakan lebih banyak memasok ikan ke pengepul untuk pemenuhan kuota ekspor sebelum atau setelah ada isu kenaikkan harga BBM.

"Harga ikan  tidak ada perubahan, demikian juga harga-harga ikan di Bengkalis tidak mengalami kenaikan," tukasnya.

Bahkan, sambung Abdul, para nelayan tradisional Bengkalis hanya mengandalkan konsumen lokal dengan menyesuaikan kemampuan pembeli atau konsumen lokas itu sendiri. Apalagi, para konsumen lebih memprioritaskan bahan kebutuhan pokok ketimbang membeli ikan.

Bila dikalkulasi, pendapatan nelayan tradisional Tarakan Rp2 juta per bulan. Untuk nelayan Bengkalis hanya Rp1,5 juta per bulan. Sedangkan, untuk nelayan Gresik, hanya mendapat penghasilan Rp750 ribu per bulan.

"Dengan jumlah tersebut, keluarga nelayan harus memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pendidikan serta kesehatan keluarga mereka dengan komposisi rata-rata setiap keluarga minimal tiga orang. Bahkan, ada yang harus menanggung enam orang," terangnya.

Kata Abdul, fakta ini sangat jelas berseberangan dengan asumsi yang dibangun pemerintah, bahwa dengan adanya kompensasi bagi warga tidak mampu, maka persoalan ketidakadilan akan teratasi.

"Terkait hal itu, Kiara mendesak pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM yang dibutuhkan oleh masyarakat nelayan tradisional, khususnya solar yang sudah dinaikkan menjadi Rp5.500 per liter," pungkasnya. (put)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suasana Malam Di Tangkis Porong Indah (TPI)

Radar Publik Minggu (3/11/2013) WARGA Porong dan sekitarnya punya istilah khas, TPI. Bukan Televisi Pendidikan Indonesia, melainkan TANGKIS PORONG INDAH. Ini tempat mangkal ratusan lonte di tangkis (tanggul) Kali Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. ‘Keindahan’ tangkis itu bisa disaksikan setiap malam. Tangkis yang siangnya panas terik dan sepi, malam hari sangat meriah. Di sini tak ada rumah bordil yang khusus menyediakan kamar berikut lontenya. Di sini semua serba darurat. Usai matahari terbenam para ‘pengusaha’ bikin kamar-kamar begituan. Sedikitnya ada 60 kamar. “Ada semacam panitia atau pemilik. Rangkanya sudah ada, sehingga malam tinggal pasang. Bikinnya gampang sekali, dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun,” ujar Eko, warga Porong. Pengelola kompleks TPI menyiapkan dua tiga wadah berisi air bersih di depan kamar 2 x 1 meter itu. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk membersihkan organ intim si lonte dan tamunya usai berhubungan badan. Fasilitas ini, rata-rata sudah...

Belum Jelas Perizinannya Pembangunan Pabrik Paku di Kangkungan Mojokerto di Protes Warga

Radar Publik Jatim - Selasa, 16/7/2024 MOJOKERTO, Warga Dusun Kangkungan Desa Lengkong Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, memprotes pembangunan pabrik paku yang ada di daerahnya, alasannya, mereka khawatir terdampak sisa hasil produksi dari produsen paku itu kelak kalau sudah beroperasi, di antaranya debu dan sumber air yang terkontaminasi dengan limbah besi.  Selain itu, warga juga menuntut kompensasi kepada pemilik pabrik akibat debu yang ditimbulkan oleh dum truk yang berlalu lalang, pada masa proyek pembangunan. Tidak hanya debu dan suara bising, mereka juga mempertanyakan ijin penggunaan akses yang di lalui dum truk untuk menguruk pabrik. Warga setempat, Alfatah (42)  mengatakan " kami hanya menanyakan kedepan dampak yang di timbulkan oleh pabrik, dan kami juga menanyakan penggunaan akses yang di lalui kendaraan proyek" . " Warga Kangkungan kepingin tahu, ijinnya sama siapa ? kaitan dengan penggunaan jalan yang di lalui kend...

Buntut Protes Warga, Kompensasi Tidak Cair Dari Pabrik Warga Tutup Akses Menuju Proyek

Radar Publik .com Mojokerto 21/7/2024 MOJOKERTO : Bentuk kekesalan warga Dusun Kangkungan, Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, Mojokerto, Jatim, akibat dampak yang ditimbulkan oleh kendaraan proyek dan penggunaan jalan yang tidak ijin ke warga. Pada Minggu siang (21/7/2024) warga Kangkungan tutup jalan menuju proyek pembangunan pabrik. Puluhan warga setempat, memblokade jalan setapak menuju proyek. Sebab, sejak dimulainya proyek pembangunan pabrik, warga sudah berkali-kali mengajukan kompensasi ke pihak pengembang, namun, hingga saat ini kompensasi tak kunjung terealisasi. Dengan kompak, warga Dusun Kangkungan mendirikan pagar dari bambu yang di bubuhi spanduk penutupan jalan. "Kami sudah capek dengan janji-janji belaka dari pihak manajemen pabrik. Sekitar sudah 5 kali mediasi dengan Pemdes Lengkong, dan perwakilan perusahaan, namun hingga saat ini mediasi tersebut masih dead lock," kata Didik, warga setempat. Menurut warga yang lain, Agustina (54) sepanjang perus...