Radar Publik
JAWA TIMUR - Kamis, 25 Agustus 2016
Ditreskrimsus Polda Jatim menggagalkan penyelundupan 657 ekor trenggiling yang sudah dalam bentuk daging beku dan siap kirim ke luar negeri, di antaranya ke China.
"Anggota kami menangkap tersangka berinisial SF (55) dari Desa Badas, Kecamatan Sumobito, Jombang selaku penyimpan daging trenggiling," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono di Mapolda Jatim, Kamis.
Hasilnya, polisi menemukan barang bukti daging trenggiling dalam keadaan beku sebanyak 657 ekor yang disimpan di lemari pendingin.
"Tersangka SF memiliki lima mesin pendingin dan satu unit mesin vacuum yang digunakan menyimpan daging trenggiling (Manis javanica) di rumahnya," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Penmas Polda Jatim AKBP Eko Hengky Prayitno menambahkan ratusan trenggiling beku yang sudah disita polisi itu tidak ada sisiknya dan diduga selama ini sudah diselundupkan ke luar negeri.
"Tersangka SF mengaku hanya dititipi tersangka JH yang buron sejak tahun 2011. SF tidak tahu trenggiling akan dijual ke mana," katanya.
Dalam kesempatan itu, pemerhati satwa dari Wildlife Conservation (WCS), Irma Hermawati, mengatakan bahwa tenggiling rawan diselundupkan karena sisiknya bisa dijadikan bahan untuk narkotika jenis sabu.
"Nilai sisik Trenggiling itu lumayan tinggi sehingga menjanjikan keuntungan besar, apalagi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah meneliti bahwa sisik trenggiling mengandung unsur yang bisa diolah sebagai sabu," katanya.
Di pasaran, tambah Irma, harga sisik satwa bernama latin Manis javanica itu sebesar 5 dolar AS. Sementara setiap trenggiling rata-rata memiliki 122 sisik. Tinggal dikalikan saja 5 dolar AS dikali 122 sisik, besarlah keuntungan yang didapat penyelundup Trenggiling.
"Sepanjang tahun 2015-2016, Kepolisian berhasil mengungkap tiga kasus jual beli Trenggiling. Dua kasus diungkap di Medan pada tahun 2015, dan yang terbesar diungkap di Polda Jatim tahun ini. Biasanya diselundupkan ke Tiongkok," katanya.
Sementara itu, tersangka SF mengaku barang yang ditemukan polisi itu bukan miliknya, melainkan milik temannya.
"Saya dititipi oleh seseorang berinisial JH sekitar lima tahun lalu dan sampai saat ini JH tidak diketahui keberadaannya," katanya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 21 ayat (2) huruf b,c dan d Jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
"Sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," katanya. (Nyoto)