Melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), KPK mendorong penetapan kawasan hutan agar perkembangan pengukuhan kawasan hutan Indonesia dapat diketahui bersama. Salah satu implementasinya adalah dengan percepatan kepastian perizinan Sumber Daya Alam (SDA) melalui penerapan kebijakan satu peta (one map policy).
Hal ini dikemukakan Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK Herda Helmijaya dalam Webinar Antikorupsi Seri 1 yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) secara daring, Selasa (26/7).
“Pengukuhan hutan ini juga mempunyai tujuan untuk bisa memberikan kepastian hukum dan juga menghitung berapa jumlah kekayaan hutan Indonesia,” terang Herda.
Lebih lanjut, Herda menjelaskan salah satu aksi pencegahan korupsi yang dilaksanakan Stranas-PK pada tahun 2021-2022 adalah percepatan kepastian perizinan Sumber Daya Alam (SDA) melalui implementasi kebijakan satu peta (one map policy). Salah satu indikator keberhasilan aksi tersebut adalah penetapan kawasan hutan di lima provinsi yaitu Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua.
“Hingga Desember 2020, untuk menyelesaikan Pengukuhan Kawasan Hutan, diperlukan Penyelesaian Kawasan Hutan seluas 37.258.557,96 Ha dengan sisa batas kawasan hutan sepanjang 90.928,38 Km yang memerlukan upaya percepatan untuk penyelesaiannya, salah satunya melalui usulan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN),” ujar Herda.
Karenanya, pengukuhan kawasan hutan menjadi sangat penting. Penataan batas dan penetapan kawasan hutan selain sebagai upaya memberikan kejelasan batas dan status hukum atas kawasan hutan, juga untuk mendapatkan pengakuan atau legitimasi publik. Kejelasan batas akan memberikan kepastian hak atas tanah bagi masyarakat yang berbatasan atau berada di sekitar kawasan hutan.
Kegiatan webinar dengan tema “Tantangan Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam Di Indonesia” turut dihadiri Rektor IPB Arif Satria, Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo, Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB Hariadi Kartodihardjo, dan seluruh peserta secara daring melalui Zoom.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menyampaikan, bangsa ini memiliki SDA yang melimpah, akan tetapi kemajuan sebuah bangsa bukan hanya dilihat dari seberapa banyak kekayaan SDA yang dimiliki, tetapi bagaimana sebuah bangsa mampu mengelola SDA tersebut.
Lanjut Arif, IPB sebagai percontohan kampus antikorupsi mempunyai konsen terhadap SDA dengan terus mengkaji, dan berupaya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi berkaitan dengan korupsi dalam bidang SDA. Karena hal tersebut dapat merusak tata kelola dan SDA yang ada di Indonesia.
“Salah satu hal penting dalam tata kelola SDA adalah dengan mengelolanya secara akuntabel dan membangun sitem yang baik. Karena itu, beberapa isu yang dapat mengganggu tata kelola SDA seperti korupsi, merupakan ancaman serius yang bisa merusak SDA dan harus dilakukan secara bersama-sama untuk melakukan upaya pencegahan korupsi tersebut,” kata Arif.
Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Dan Lingkungan Bambang Hero Saharjo juga berkesempatan menyampaikan, hutan tidak hanya menjadi tampilan fisik, tetapi juga sebagai penyelamat lingkungan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI No.34 Tahun 2002 tentang usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, hal tersebut dilaksanakan pada lahan kosong, padang alang-alang, dan atau semak belukar di hutan produksi.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, Sesuai UU No.20 Tahun 1997 Pasal 1 bahwa SDA adalah segala kekayaan alam yang terdapat di atas, dipermukaan dan di dalam bumi yang dikuasai oleh Negara. Dan salah satu tindak pidana korupsi terhadap SDA adalah pemberian izin yang disalahgunakan terhadap hutan seperti eksploitasi, yang menyebabkan penyalahgunaan ahli fungsi dan kerusakan hutan.
“Karenanya, penyalahgunaan SDA dan jabatan publik untuk kepentingan pribadi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya,” jelas Bambang. (Nyoto)