Langsung ke konten utama

Presiden Mengundang Masyarakat Adat Bahas Hasil Konggres










































Radar Publik


JAKARTA - Presiden Joko Widodo akan mengundang perwakilan masyarakat adat dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke Istana Negara untuk membahas hasil Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V.



beliau ingin mendegar sendiri hasil kongres nanti langsung dari panitia dan perwakilan masyarakat adat di provinsi," kata Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki usai pembukaan KMAN V di Kampung Tanjung Gusta, Sumatera Utara, Jumat (17/3). 
Sebelumnya Presiden dijadwalkan membuka kongres itu. Menurut Teten, Presiden batal hadir karena persoalan teknis, dan untuk itu Presiden akan mengundang masyarakat adat ke Istana. 
Kongres KMAN V dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mewakili Presiden Jokowi.
Saat ditanya siapa saja yang akan hadir berdialog dengan Presiden nanti, Teten mengatakan akan menyerahkannya kepada AMAN. Yang jelas pertemuan tersebut akan diusahakan dapat terlaksana pekan depan. 
Terkait dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) masyarakat adat, menurut dia, Presiden lebih senang jika tugas-tugas yang hendak diberikan kepada satgas dikerjakan langsung oleh kementerian terkait. 
Pembentukan satgas, menurut dia, tidak akan terlalu efektif menyelesaikan persoalan masyarakat adat, dan jika alasannya soal ego sektoral sehingga berpikir membuat satgas, persoalannya tidak akan selesai dengan sebuah badan yang statusnya lebih rendah dari kementerian. 
Sekjen AMAN Abdon Nababan dalam pembukaan KMAN V mengatakan mendengar suara ketakutan dari pihak tertentu bahwa pengakuan terhadap masyarakat adat justru akan membuat mereka mendirikan negara baru. 
"Kalau begitu ada 1.128 negara jadinya, dan itu jelas tidak mungkin. Pengakuan terhadap keberadaan kami justru berarti negara menerima kami," ujar dia. 
Ia menyebut tahun 2017 menjadi akhir tahun dialog bagi masyarakat adat. 
"Kongres akan memutuskan dan mudah-mudahan tidak kembali ke jalur konfrontasi. Kami mau tetap berdialog tetapi semua penyelesaian terkait masyarakat adat harus dipercepat," katanya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012 yang menyatakan Hutan Adat bukan hutan negara sudah berjalan empat tahun. Ia menyayangkan hingga saat ini baru 13.122,3 hektare (ha) lahan yang ditetapkan sebagai Hutan Adat. 
"Tapi kami masih percaya Presiden Joko Widodo, paling tidak sampai kongres nanti dilaksanakan (18-19 Maret 2017). Semoga kami masih bisa kerja sama dengan konkret dan lebih cepat," katanya. 
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan pengakuan resmi negara atas Hutan Adat oleh Presiden di Istana untuk sembilan kelompok masyarakat hukum adat pada akhir 2016, bukanlah bagian akhir perjuangan. 
Pengakuan resmi Hutan Adat oleh negara tersebut merupakan rangkaian kebijakan hutan sosial yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi yang telah ditegaskan implementasinya pada rapat terbatas tanggal 21 September 2016. 
Dalam kebijakan hutan sosial itu tercatat hasilnya hingga akhir Februari 2017 telah dilakukan penetapan areal kerja hutan sosial seluas 1.672 juta ha dan izin/akses/mou seluas 825.000 ha.
Peruntukannya adalah hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan yang semuanya meliputi sekitar 4.872 kelompok yang merangkum sekitar 146.318 Kepala Keluarga (KK). (red)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suasana Malam Di Tangkis Porong Indah (TPI)

Radar Publik Minggu (3/11/2013) WARGA Porong dan sekitarnya punya istilah khas, TPI. Bukan Televisi Pendidikan Indonesia, melainkan TANGKIS PORONG INDAH. Ini tempat mangkal ratusan lonte di tangkis (tanggul) Kali Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. ‘Keindahan’ tangkis itu bisa disaksikan setiap malam. Tangkis yang siangnya panas terik dan sepi, malam hari sangat meriah. Di sini tak ada rumah bordil yang khusus menyediakan kamar berikut lontenya. Di sini semua serba darurat. Usai matahari terbenam para ‘pengusaha’ bikin kamar-kamar begituan. Sedikitnya ada 60 kamar. “Ada semacam panitia atau pemilik. Rangkanya sudah ada, sehingga malam tinggal pasang. Bikinnya gampang sekali, dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun,” ujar Eko, warga Porong. Pengelola kompleks TPI menyiapkan dua tiga wadah berisi air bersih di depan kamar 2 x 1 meter itu. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk membersihkan organ intim si lonte dan tamunya usai berhubungan badan. Fasilitas ini, rata-rata sudah...

Belum Jelas Perizinannya Pembangunan Pabrik Paku di Kangkungan Mojokerto di Protes Warga

Radar Publik Jatim - Selasa, 16/7/2024 MOJOKERTO, Warga Dusun Kangkungan Desa Lengkong Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, memprotes pembangunan pabrik paku yang ada di daerahnya, alasannya, mereka khawatir terdampak sisa hasil produksi dari produsen paku itu kelak kalau sudah beroperasi, di antaranya debu dan sumber air yang terkontaminasi dengan limbah besi.  Selain itu, warga juga menuntut kompensasi kepada pemilik pabrik akibat debu yang ditimbulkan oleh dum truk yang berlalu lalang, pada masa proyek pembangunan. Tidak hanya debu dan suara bising, mereka juga mempertanyakan ijin penggunaan akses yang di lalui dum truk untuk menguruk pabrik. Warga setempat, Alfatah (42)  mengatakan " kami hanya menanyakan kedepan dampak yang di timbulkan oleh pabrik, dan kami juga menanyakan penggunaan akses yang di lalui kendaraan proyek" . " Warga Kangkungan kepingin tahu, ijinnya sama siapa ? kaitan dengan penggunaan jalan yang di lalui kend...

Buntut Protes Warga, Kompensasi Tidak Cair Dari Pabrik Warga Tutup Akses Menuju Proyek

Radar Publik .com Mojokerto 21/7/2024 MOJOKERTO : Bentuk kekesalan warga Dusun Kangkungan, Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, Mojokerto, Jatim, akibat dampak yang ditimbulkan oleh kendaraan proyek dan penggunaan jalan yang tidak ijin ke warga. Pada Minggu siang (21/7/2024) warga Kangkungan tutup jalan menuju proyek pembangunan pabrik. Puluhan warga setempat, memblokade jalan setapak menuju proyek. Sebab, sejak dimulainya proyek pembangunan pabrik, warga sudah berkali-kali mengajukan kompensasi ke pihak pengembang, namun, hingga saat ini kompensasi tak kunjung terealisasi. Dengan kompak, warga Dusun Kangkungan mendirikan pagar dari bambu yang di bubuhi spanduk penutupan jalan. "Kami sudah capek dengan janji-janji belaka dari pihak manajemen pabrik. Sekitar sudah 5 kali mediasi dengan Pemdes Lengkong, dan perwakilan perusahaan, namun hingga saat ini mediasi tersebut masih dead lock," kata Didik, warga setempat. Menurut warga yang lain, Agustina (54) sepanjang perus...