Langsung ke konten utama

Penutupan lokalisasi Saritem

Radar Publik
BANDUNG - Penutupan lokalisasi Saritem di Kemacatan Andir, Kota Bandung, Jawa Barat, mendapat respons positif dari berbagai kalangan.

Apa harapan masyarakat Kota Bandung bila lokalisasi tersebut sepenuhnya ditutup dan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan pusat seni dan perekonomian?

Ditemui di Pasar Minggu Gasibu, seorang ibu rumah tangga, Avitia Nurmatari (27), menyesalkan mengapa baru setelah ada kasus penembakan, isu penutupan Saritem kembali mencuat.

“Saya tentunya sangat mendukung. Tapi saya kira dengan jangka waktu hampir enam tahun untuk pembebasan lahan itu terlalu lama. Coba waktu itu tidak ada penembakan di sana (Saritem). Mungkin enggak akan ketahuan kalau masih ada prostitusi,” ucap ibu satu anak itu.

Meski demikian, warga Kecamatan itu tetap mendorong pemerintah, terutama Wali Kota Bandung yang baru, Ridwan Kamil, untuk segera mewujudkan alih fungsi Saritem.

“Saya pribadi sebagai perempuan mendukung penuh. Tapi satu yang saya titipkan, jangan sampai nasib para PSK di sana telantar. Kalau bisa rangkul mereka, beri pelatihan, dan pekerjakan secara layak,” ungkapnya.

Di tempat sama, warga lainnya, Wawan Kurniawan (43), berharap, selain lokalisasi Saritem, pemerintah juga harus memperhatikan para PSK yang mencari pelanggan di pinggir-pinggir jalan, salah satunya di kawasan Stasiun Bandung.

“Saya setiap pagi ke Bandung naik KRD. Nah di sekitar stasiun itu banyak bondon (PSK) di situ. Kenapa enggak juga ikut ditertibkan,” tutur pedagang asal Cicalengka itu.

Ia pun menyampaikan keluhannya mengenai fenomena perempuan yang menjual diri. Menurutnya, fenomena PSK ada karena kekurangpedulian pemerintah terhadap masyarakat, terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja. Salah satu usulan Wawan adalah kemudahan dalam mendapat modal usaha.

“Jangankan mereka yang cari makan enggak halal, saya saja yang cari makan halal dengan cara jualan susah buat cari pinjaman modal ke pemerintah. Jadi jangan terlalu menyalahkan bondon-bondon itu," jelasnya.

Senada dengan Wawan, salah seorang buruh asal Kabupaten Karawang, Saipul Ramadan (35), mengatakan, selama ini masyarakat memilih jalan instan untuk mendapat uang.

“Saya rasa pemerintah itu harus berkaca dan introspeksi, mengapa banyak perempuan muda yang memilih jadi PSK. Salah satunya mereka sulit mencari kerja dan penghasilan sehari-hari tidak mencukupi,” tegasnya.

Dia menyebut, di Karawang tidak sedikit perempuan muda yang memilih menjadi PSK di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

"Bayangkan saja, mereka itu kebanyakan usia muda, jiwanya labil. Mereka betah menjadi PSK dibanding seperti kita-kita menjadi buruh dengan penghasilan pas-pasan,” tukasnya.

Ia meminta pemerintah lebih memberikan perhatian kepada kaum muda, khususnya di daerah-daerah yang dikenal sebagai ‘penghasil’ PSK. “Mulailah dari akar permasalahannya. Jangan langsung ke buahnya. Kalau yang jadi PSK-nya sudah enggak ada, otomatis lokalisasi atau praktik prostitusi juga tidak ada,” tutupnya. (Nyoto)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suasana Malam Di Tangkis Porong Indah (TPI)

Radar Publik Minggu (3/11/2013) WARGA Porong dan sekitarnya punya istilah khas, TPI. Bukan Televisi Pendidikan Indonesia, melainkan TANGKIS PORONG INDAH. Ini tempat mangkal ratusan lonte di tangkis (tanggul) Kali Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. ‘Keindahan’ tangkis itu bisa disaksikan setiap malam. Tangkis yang siangnya panas terik dan sepi, malam hari sangat meriah. Di sini tak ada rumah bordil yang khusus menyediakan kamar berikut lontenya. Di sini semua serba darurat. Usai matahari terbenam para ‘pengusaha’ bikin kamar-kamar begituan. Sedikitnya ada 60 kamar. “Ada semacam panitia atau pemilik. Rangkanya sudah ada, sehingga malam tinggal pasang. Bikinnya gampang sekali, dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun,” ujar Eko, warga Porong. Pengelola kompleks TPI menyiapkan dua tiga wadah berisi air bersih di depan kamar 2 x 1 meter itu. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk membersihkan organ intim si lonte dan tamunya usai berhubungan badan. Fasilitas ini, rata-rata sudah...

Belum Jelas Perizinannya Pembangunan Pabrik Paku di Kangkungan Mojokerto di Protes Warga

Radar Publik Jatim - Selasa, 16/7/2024 MOJOKERTO, Warga Dusun Kangkungan Desa Lengkong Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, memprotes pembangunan pabrik paku yang ada di daerahnya, alasannya, mereka khawatir terdampak sisa hasil produksi dari produsen paku itu kelak kalau sudah beroperasi, di antaranya debu dan sumber air yang terkontaminasi dengan limbah besi.  Selain itu, warga juga menuntut kompensasi kepada pemilik pabrik akibat debu yang ditimbulkan oleh dum truk yang berlalu lalang, pada masa proyek pembangunan. Tidak hanya debu dan suara bising, mereka juga mempertanyakan ijin penggunaan akses yang di lalui dum truk untuk menguruk pabrik. Warga setempat, Alfatah (42)  mengatakan " kami hanya menanyakan kedepan dampak yang di timbulkan oleh pabrik, dan kami juga menanyakan penggunaan akses yang di lalui kendaraan proyek" . " Warga Kangkungan kepingin tahu, ijinnya sama siapa ? kaitan dengan penggunaan jalan yang di lalui kend...

Buntut Protes Warga, Kompensasi Tidak Cair Dari Pabrik Warga Tutup Akses Menuju Proyek

Radar Publik .com Mojokerto 21/7/2024 MOJOKERTO : Bentuk kekesalan warga Dusun Kangkungan, Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, Mojokerto, Jatim, akibat dampak yang ditimbulkan oleh kendaraan proyek dan penggunaan jalan yang tidak ijin ke warga. Pada Minggu siang (21/7/2024) warga Kangkungan tutup jalan menuju proyek pembangunan pabrik. Puluhan warga setempat, memblokade jalan setapak menuju proyek. Sebab, sejak dimulainya proyek pembangunan pabrik, warga sudah berkali-kali mengajukan kompensasi ke pihak pengembang, namun, hingga saat ini kompensasi tak kunjung terealisasi. Dengan kompak, warga Dusun Kangkungan mendirikan pagar dari bambu yang di bubuhi spanduk penutupan jalan. "Kami sudah capek dengan janji-janji belaka dari pihak manajemen pabrik. Sekitar sudah 5 kali mediasi dengan Pemdes Lengkong, dan perwakilan perusahaan, namun hingga saat ini mediasi tersebut masih dead lock," kata Didik, warga setempat. Menurut warga yang lain, Agustina (54) sepanjang perus...