Radar Publik
Jakarta
Penderitaan petani sawit di Kandis Pekanbaru ketika lahan mereka dipenuhi limbah B3 yang mengental seperti minyak oli yang menggempal di lahan perkebunan mereka yg mengakibatkan tanaman sawit tidak tumbuh dengan maksimal,
sesuai dengan janji pemerintah penanganan dan ganti rugi akibat limbah B3 tersebut akan selesai sebelum 2021 kemungkinan merupakan janji semata karena masih banyak petani Sawit di Kandis yang lahannya tidak di lirik sama sekali dan penanganan yang sedang berjalan juga terlihat sangat lambat.
Selaku Kuasa Hukum dari beberapa Petani Sawit KRT.DR(c) ir.Edy Lubis SH.MM.MH yang berkantor di jl.Gedong Panjang Jakarta Barat mengatakan setelah melihat Fakta dilapangan dan proses penanganan Limbah yang dilakukan PT.Chevron Indonesia seperti diulur ulur dan pengaduan masyarakat Terhadap Kantor PGPA yang merupakan anak Bagian Dari PT.Chevron Indonesia yg di khususkan untuk menerima pengaduan yang berkaitan dengan Limbah B3 Dan GAKKUM dalam pemanganan Masalah Hukum untuk hal tersebut tidak dapat menjelaskan dan memberikan keterangan pasti atas ganti rugi terhadap lahan dan tanaman sawit para petani.
Meninjau menghitung serta mengukur merupakan kebiasaan yang dilakukan tanpa penyelesaian yang pasti.Selaku kuasa hukum dari beberapa warga Edy Lubis dan Rekan akan menempuh jalur Hukum dan mengadukan kasus tersebut kepada lingkungan Hidup di PBB guna penyelesaian Masalah tersebut.
Dalam perkara ini pemerintah dikira tidak begitu perduli terhadap nasib petani sawit di Wilayah Pekan baru apalagi disaat covid -19 ini sedang melanda Indonesia sangat berpengaruh terhadap penghasilan dan prekonomian pada umumnya.
sementara ada beberapa petugas dari GAKKUM Dan DLHK yang turun saat Survey kelapangan malah mempengarui petani agar tidak menggunakan Lawyer dalam pengaduan akibat Limbah tersebut.
sampai saat berita ini diturunkan kami selaku kuasa hukum tidak pernah bisa bertemu dengan petinggi GAKKUM dan DLHK untuk previkasi berita terkait lanjut pak Edy Lubis.
Seperti ditulis di Tempo.co pada tanggal 22 januari 2019 yaitu
"Bahkan data PT Chevron Pacific Indonesia, untuk Riau telah mengeluarkan biaya pengelolaan tanah terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar 3.200.483 dolar AS.dan berdasarkan data dari Kementerian ESDM yang dihimpun Antara di Jakarta, Selasa, selain pengelolaan tanah terkontaminasi, PT Chevron Pacific Indonesia juga mengeluarkan biaya 1.436.817 dolar AS untuk limbah sisa operasi B3."
Apakah sudah di salurkan dengan baik atau hanya pengendapan dana yang pengalokasiannya ditunda ?
lalu mengapa masih banyak petani Sawit yang lahannya terkontaminasi limbah B3 masih banyak yang tidak ditanggapi dan hanya di tinjau di ukur dan di hitung jumlah tanamannya tanpa penyelesaian akan permasalahan tersebut?
Dikutip dari antara Riau tanggal 22 januari 2019 "ada juga kategori limbah B3 dengan tanah terkontaminasi dengan total 30.987,11 ton di seluruh Indonesia. Data menunjukkan PT Chevron Pacific Indonesia memiliki tanah terkontaminasi limbah B3 terbesar yaitu mencapai 27.275,6 ton,Sehingga limbah B3 kegiatan usaha migas meninggalkan tiga jenis permasalahan. Pertama tanah terkontaminasi, kedua limbah sisa produksi dan limbah sisa operasi."
Diharapkan Pemerintah Indonesia dalam penanganan Limbah B3 ini dapat lebih diperhatikan dan di lakukan peninjauan langsung kelapangan atas kinerja PT.Chevron Indonesia dan perusahaan yang dipercayakan nya dalam penanganan Limbah tersebut. (Abdul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar