Makam Panglima Perang Majapahit
Radar Publik
SURABAYA - Meski
bukan pusat kerajaan Majapahit, namun ada banyak petilasan di Kota
Surabaya yang dulu berperan sebagai pelabuhan niaga kerajaan yang
menyatukan Nusantara itu. Bahkan, ada beberapa petinggi-petinggi
kerajaan Majapahit yang dimakamkan di Kota Pahlawan ini.
Salah satunya Pangeran Yudho Kardono. Nama Asli Pangeran ini adalah
Raden Kudo Kardono yang merupakan panglima perang kerajaan Majapahit.
Makam Kudo Kardono berada di Jalan Cempaka, Kecamatan Tegal Sari,
Surabaya.
Tidak sulit untuk mencari makam sang Panglima ini karena letaknya tepat di pinggir jalan raya.
Radar Publik
mengunjungi makam tersebut. Masuk ke makam ini, pengunjung akan
disambut dengan pintu gerbang perpaduan antara Masjid dan Pura. Tepat di
tengah-tengah pintu itu berdiri patung burung Rajawali yang berada di
atas buah Pala.
Sekitar 50 meter dari pintu gerbang itu, berdiri bangunan kompleks makam
Pangeran Yudho Kardono. Masuk ketempat tersebut, harum wangi kembang
dan dupa memenuhi kompleks makam itu.
Di makam tersebut terdapat tiga makam. Pertama adalah ruangan makam
Pangeran Yudho Kardono dan dua makam di depannya adalah abdi setia sang
panglima. Di area makam itu banyak terpampang gambar tokoh pewayangan.
Di antaranya, Bima Sena, Semar, Bagong dan lain-lain. Setidaknya ada
delapan gambar tokoh pewayangan. Tak hanya itu, dua payung pusaka
berwara keemasan berada di pintu masuk ruangan tersebut.
Raden Kudo Kardhono merupakan komandan perang kepercayaan Raja Majapahit
kedua, yakni Raja Jayanegara atau Kalagemet yang memerintah pada tahun
1309-1328. Pada masa pemerintahan Jayanegera ini di beberapa wilayah
kekuasaan Majapahit sering terjadi pemberontakkan. Tak ketinggalan di
Surabaya yakni pemberontakkan Kuti tahun 1319 Masehi.
Jayanegera mengirim Pangeran Kudo Kardono untuk menumpas pemberontakan
yang dipimpin oleh Ra Kuti. Konon di kawasan makam tersebut merupakan
daerah dimana Pangeran Kudo Kardono mendirikan pertahanan untuk melawan
pemberontakkan.
Data yang dihimpun, Makam Raden Kudo Kardono ini dipugar pada tahuan
1950. Sebagai penghormatan kepada panglima perang ini masyarakat
setempat mengganti namanya menjadi Pangeran Yudho Kardono. Nama ini
sebagai terjemahan kata Panglima sebagai Pangeran dan Perang disebut
Yudho. Sehingga tepatnlah menjadi Pangeran Yudho Kardono.
Di tempat ini juga kerap dijadikan oleh warga sekitar sebagai kenduri.
Salah satunya adalah Rahmat, warga Jalan Kedondong, Surabaya. Saat itu,
Rahmat beserta waga lainnya menggelar kenduri di area makam Pangeran
Kudo Kardono. Kendurinya adalah bentuk kirim doa kepada leluhur. "Ini
adalah tradisi. Kami kesini untuk berkirim doa pada para leluhur sebagai
bentuk penghormatan," kata Rahmat.
Menu dalam kenduri tersebut adalah ayam panggang (
Ingkung dalam
bahasa Jawa) yang dicampur dengan tumpeng. Meski demikian tak
ketinggalan lantunan doa pun dikumandangkan oleh salah satu sesepuh.
Setelah doa selesai, sejumlah warga di kawasan makam ini pun menyantap
tumpeng dan ayam panggang itu.(NYOTO)