Sektor usaha kehutanan dan perkebunan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di Indonesia. Namun dalam perjalanannya, pelaku usaha di sektor ini kerap terkendala tumpang tindih peraturan, perizinan, birokrasi, maupun tata kelola hak guna usaha. Permasalahan ini kemudian dapat memunculkan ruang negosiasi dan kompromi yang selanjutnya menjadi pemicu tindak pidana korupsi.
Tantangan besar ini mengemuka dalam audiensi antara Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Kamis (21/9). Hadir pula perwakilan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT PERHUTANI.
Wakil Pimpinan KPK, Nawawi Pomolango, menyebut KPK menyambut baik hadirnya para pelaku usaha ini. Nawawi kembali menegaskan, tugas KPK tidak hanya menindak pelaku korupsi namun juga mencegah terjadinya korupsi. KPK sendiri mencatat, pada periode 2004-2022, terdapat 373 kasus yang sudah ditangani yang berkaitan dengan sektor swasta.
"Dalam Undang-Undang KPK pasal 6a, KPK bertugas mencegah kasus korupsi di Indonesia. Karena itu, KPK turut melakukan kajian terhadap permasalahan yang ada di sektor tersebut untuk bisa disampaikan kepada pemerintah," ucap Nawawi.
Sejumlah kendala usaha dipaparkan dalam pertemuan ini, di antaranya tentang proses perizinan Terminal Khusus (Tersus), Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), dan Pemanfaatan Garis Pantai (PGP). Setidaknya ada tiga hal yang disoroti, yaitu waktu yang lama dan biaya besar; biaya yang resmi dan tidak resmi; dan Tersus dinilai kurang tepat jika diterapkan pada sektor kehutanan.
Di sisi lain, terdapat kendala pada penetapan nilai pajak Bumi dan Bangunan (PBB-Perhutanan/PBB-P3) bagi usaha kehutanan. Penetapan nilai NJOP belum didasarkan pada standar yang sama antar wilayah, sehingga timbul potensi negosiasi pada mekanisme pengajuan keberatan/ketidaksetujuan SPT.
Menanggapi permasalahan itu, KPK mendorong ekstensifikasi layanan perizinan secara digital melalui aplikasi SEHATI. Adapun layanan yang dimaksud adalah berita acara survei Tersus/TUKS; perizinan Pemanfaatan Garis Pantai; Pengaduan Berjenjang; dan Monitoring Progress Perizinan.
"KPK juga upayakan untuk berkoordinasi antarlini. Dalam hal ini Direktorat AKBU (Antikorupsi Badan Usaha) bisa bekerja sama dengan Direktorat Korsup hingga Direktorat Gratifikasi. Tentu dengan harapan, keluhan dari pelaku usaha bisa diselesaikan dengan baik," pungkas Nawawi.
Rep. Nyoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar