Radar Publik
Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) Siti Nurbaya meminta jajarannya untuk bisa memperbanyak jumlah
desa yang masuk Program Kampung Iklim (ProKlim) mengingat program
tersebut menjadi bagian dari ketahanan iklim nasional.
"Konsep dasar ketahanan iklim sudah diterapkan dengan baik melalui ProKlim. Kampung iklim sarana yang baik sebagai bagian ketahanan bangsa, tapi sayangnya baru sedikit sekitar 290-an, padahal jumlah total desa lebih dari 70.000 di seluruh Indonesia," kata Siti pada puncak Pekan Perubahan Iklim 2016 di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya ia mengatakan orientasi ketahanan iklim di Indonesia yang berarti juga merupakan ketahanan nasional yang menjadi tombak terdepannya ada di level keluarga, Rukun Tetangga (RT), hingga kampung atau desa. ProKlim mengimplementasikan adaptasi dan mitigasi yang dalam jangka panjang akan mengurangi tantangan dan biaya dalam menghadapi perubahan iklim.
"Jadi yang dilakukan bapak dan ibu di tingkat kampung mungkin terkesan kecil tapi itu sebenarnya besar untuk ketahanan iklim nasional. Maka program dari 2012 ini perlu diteruskan, contoh kecilnya sudah saya lihat di Yogyakarta di mana anak-anak TK, ibu-ibu PKK bicara tentang ketahanan iklim, apalagi dalam dialognya inisiatif swasta juga ada, dan itu perlu diapresiasi juga karena mereka punya program-program kemasyarakatan di daerah," ujar Dia.
Ia mengatakan telah meminta Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjajaki dan membicarakan penambahan jumlah ProKlim dengan United States Agency for International Development (USAID) mengingat dukungan mereka terkait isu iklim, energi dan lingkungan besar hampir mencapai 1 miliar dolar AS untuk periode 2011-2020.
"Pendanaan cukup besar lewat USAID, ada juga dititip lewat Bank Dunia, ada yang untuk energi, ada yang di Bappenas, ada yang di Kementerian ESDM, ada yang di kita (KLHK), ada untuk wildlife, pokoknya segala macam lah. Yang terkait dengan kita itu dananya cukup besar, saya sudah minta pada Dirjen untuk coba bicara lagi dengan USAID, direstrukturisasi pendanaan iklim yang berbasis komunitas ini diperkuat lebih bagus," ujar Siti.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Nur Masripatin mengatakan Peraturan Menteri LHK (Permen LHK) Nomor 84/2016 yang merupakan revisi dari Permen Lingkungan Hidup Nomor 19/2012 tentang ProKlim yang meredefinisi program tersebut dengan cakupan lebih luas, tidak sebatas tingkat RT hingga kelurahan tetapi juga menjangkau tempat aktifitas dari komunitas seperti kampus, rumah ibadah, hingga area sosial lainnya.
"Awal November 2016 baru terbit. Justru dengan Permen LHK ini kita mendorong daerah, tidak hanya daerah ya sebenarnya tapi juga termasuk swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat bahkan individual juga terlibat. Seperti di Jakarta lebih banyak individual, jadi dari sana memungkinkan mendorong seluruh pihak untuk berkontribusi, termasuk kampus yang punya komunitas besar," katanya.
Ada unsur adaptasi, mitigasi, kelembagaan yang menetap. Karena melalui kelembagaan itulah "livelihood" bisa diperkuat, ujar dia.
"Konsep dasar ketahanan iklim sudah diterapkan dengan baik melalui ProKlim. Kampung iklim sarana yang baik sebagai bagian ketahanan bangsa, tapi sayangnya baru sedikit sekitar 290-an, padahal jumlah total desa lebih dari 70.000 di seluruh Indonesia," kata Siti pada puncak Pekan Perubahan Iklim 2016 di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya ia mengatakan orientasi ketahanan iklim di Indonesia yang berarti juga merupakan ketahanan nasional yang menjadi tombak terdepannya ada di level keluarga, Rukun Tetangga (RT), hingga kampung atau desa. ProKlim mengimplementasikan adaptasi dan mitigasi yang dalam jangka panjang akan mengurangi tantangan dan biaya dalam menghadapi perubahan iklim.
"Jadi yang dilakukan bapak dan ibu di tingkat kampung mungkin terkesan kecil tapi itu sebenarnya besar untuk ketahanan iklim nasional. Maka program dari 2012 ini perlu diteruskan, contoh kecilnya sudah saya lihat di Yogyakarta di mana anak-anak TK, ibu-ibu PKK bicara tentang ketahanan iklim, apalagi dalam dialognya inisiatif swasta juga ada, dan itu perlu diapresiasi juga karena mereka punya program-program kemasyarakatan di daerah," ujar Dia.
Ia mengatakan telah meminta Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjajaki dan membicarakan penambahan jumlah ProKlim dengan United States Agency for International Development (USAID) mengingat dukungan mereka terkait isu iklim, energi dan lingkungan besar hampir mencapai 1 miliar dolar AS untuk periode 2011-2020.
"Pendanaan cukup besar lewat USAID, ada juga dititip lewat Bank Dunia, ada yang untuk energi, ada yang di Bappenas, ada yang di Kementerian ESDM, ada yang di kita (KLHK), ada untuk wildlife, pokoknya segala macam lah. Yang terkait dengan kita itu dananya cukup besar, saya sudah minta pada Dirjen untuk coba bicara lagi dengan USAID, direstrukturisasi pendanaan iklim yang berbasis komunitas ini diperkuat lebih bagus," ujar Siti.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Nur Masripatin mengatakan Peraturan Menteri LHK (Permen LHK) Nomor 84/2016 yang merupakan revisi dari Permen Lingkungan Hidup Nomor 19/2012 tentang ProKlim yang meredefinisi program tersebut dengan cakupan lebih luas, tidak sebatas tingkat RT hingga kelurahan tetapi juga menjangkau tempat aktifitas dari komunitas seperti kampus, rumah ibadah, hingga area sosial lainnya.
"Awal November 2016 baru terbit. Justru dengan Permen LHK ini kita mendorong daerah, tidak hanya daerah ya sebenarnya tapi juga termasuk swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat bahkan individual juga terlibat. Seperti di Jakarta lebih banyak individual, jadi dari sana memungkinkan mendorong seluruh pihak untuk berkontribusi, termasuk kampus yang punya komunitas besar," katanya.
Ada unsur adaptasi, mitigasi, kelembagaan yang menetap. Karena melalui kelembagaan itulah "livelihood" bisa diperkuat, ujar dia.
[sumber Antara]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar