Selasa, 23 Juli 2013

Jajaran Polda Sumut meringkus delapan orang pengedar Narkoba

Radar Publik
JAKARTA - Jajaran Polda Sumatera Utara berhasil meringkus delapan orang pengedar narkoba jenis sabu siap pakai antar provinsi dalam kurun dua minggu, Rabu (24/7/2013).  
 
Dir Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol Toga Panjaitan menuturkan untuk mengelabui para pengedar petugas melakukan penyamaran sebagai pembeli. Alhasil, kedelapan orang tersebut ditangkap di beberapa tempat yang terpisah. Dari tangan pelaku, polisi telah mengamankan sebanyak 800 gram sabu siap edar.
 
“Para tersangka ditangkap setelah saat polisi menyamar sebagai pembeli, dan selain menangkap kita juga berhasil mengamankan barang bukti sebanyak 800 gram, jika di rupiahkan sekira Rp800 juta,” kata Toga.
 
Ditambahkanya, barang haram tersebut akan dipasarkan di wilayah Sumatera Utara seperti Tanjung Balai, Aceh dan perbatasan Binjai Sumatera Utara, sabu tersebut masih didominasi asal negara tetangga.
 
“Peredaran sabu-sabu di Sumatera Utara hingga saat ini masih didominasi sabu-sabu asal Mayalsia yang diseludupkan melalui Pantai Timur Aceh, yang rencananya barang haram tersebut akan diedarkan di Wilayah Sumatera Utara,” tambahnya.
 
Oleh karenanya, lanjut Toga, pihaknya akan terus melakukan operasi guna mempersempit peredaran narkoba di wiliyah yang selama ini selalu dijadikan transaksi barang haram tersebut.

“Guna mengantisipasinya polisi sudah melakukan pencegahan dengan melakukan berbagai razia di wilayah-wilayah yang dicurigai,” pungkasnya.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya, kedelapan pelaku dijerat UU RI no 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan hukuman minimal lima tahun penjara. (Kresna)

Guru SD Mendadak Jadi DPO Teroris

Radar Publik
JAKARTA - Penembakan empat terduga teroris di Tulungagung, Jawa Timur, menyisakan sejumlah kejanggalan. Sejumlah saksi mata menyatakan dua korban, yaitu Mugi Hartanto (38) dan Sapari (49), tidak memiliki masalah hukum.

Mugi dalam kesehariannya merupakan guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri di Tulungagung, sementara Sapari merupakan perangkat desa bidang kesejahteraan rakyat (Kesra). Mugi bahkan disebut-sebut hanya memberikan tumpangan ke salah seorang terduga teroris yang ditembak mati ke hatle bus. Sejatinya, ia akan membayar pakaj motor ke kantor Samsat Polres Tulungagung.

Versi lain coba disuguhkan Mabes Polri untuk menetralisir keterangan keluarga korban dan para saksi mata.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie menyatakan bahwa keempat korban penembakan merupakan DPO kasus terorisme.

"Jadi keempat tersangka yang ditangkap kemarin masuk DPO kasus terorisme, dalam kasus Poso, Solo, Medan, dan Bali," tegasnya kepada wartawan di Gedung Humas Polri, Jakarta, Rabu (24/7/2013).

Jenderal Polisi Bintang Dua itu berkilah, status DPO untuk kasus terorisme, Kepolisian memang sengaja tidak memberikan informasi terbuka kepada masyarakat. "Kalau rilis maka akan kesulitan melakukan pencarian. Kasus terorisme sangat sensitif, kita beri informasi sedikit saja dampaknya bisa sangat jauh, sehingga penyidik akan kesulitan mengungkap kasus yang lebih besar," ungkapnya.

Hingga kini, baik Mugi maupun Sapari masih diinterogasi oleh Densus 88. Sementara jenazah Dayat alias Kim dan Farid alias Rizal sudah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Kemungkinan bisa berkembang pada pelaku lain dan barang bukti lain yang bisa dilakukan penyitaan," jelas Ronny.

Dayat mengalami luka tembak di kepala dan Rizal mengalami luka tembak di dada. Keduanya tewas ditembak petugas Densus 88 di sebuah warung makan kala menunggu bus jurusan Surabaya, kemarin pagi. Sementara Mugi Hartanto dan Sapari ditembak di bagian kaki.

Dalam insiden ini, seorang warga sipil bernama Sudijono (57) menjadi korban peluru nyasar. Dia harus menjalani operasi untuk mengangkat peluru yang bersarang di pinggangnya. Sehubungan dengan penggerebekan ini, Densus 88 berdalih terpaksa melumpuhkan targetnya karena diduga kuat membawa pistol dan bom serta melakukan perlawanan saat dibekuk. (ful)

KPK dan Ombudsman Siap Saling Tukar Informasi Soal Korupsi kepada Persident Radar Publik

Radar Publik
Jakarta - Ombudsman dan KPK serta President Radar Publik Independen resmi menjalin kerjasama dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Bentuk kerjasama berupa tukar menukar data dan informasi.

"Bentuk kerjasamanya kita akan menukar data-data terkait informasi tindak pidana korupsi," kata Ketua Ombudsman, Danang girindrawardana, di KPK serta H.Gus Nyoto NH Persident Radar Publik, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa(23/7/2013).

Danang mengatakan, ombudsman pada pelaksanaannya mempunya hak untuk meminta data kepada KPK, sebaliknya. Termasuk pengalihan kasus dari ombudsman ke KPK atau KPK ke Radar Publik.

"Kemudian pertukaran keahlian dalam proses investigasi dan pendidikan. Yang dilaporkan ke ombudsman bisa kita forward ke KPK sesuai dengan kewenangannya," ujar Danang.

Dalam kunjungannya ke KPK siang ini, Ombudsman juga membahas mengenai tindak lanjut temuan-temuan terkait kinerja Kementerian-kementerian dan pemerintah daerah.

Wakil ketua Ombudsman, Azlaini Agus mengatakan, jika ada pengaduan masyarakat ke Ombudsman yang bukan hanya dilingkup mal administrasi tapi sudah ada subtansi korupsi, maka dapat dilaporkan ke KPK maupun Radar Publik Independen.

"Begitu juga kalau laporan ke KPK ternyata tidak memenuhi unsur korupsi tetapi pada ranah mal administarsi maka itu akan menjadi kewenangan Ombudsman dan Radar Publik sesuai undang-undang. Yang lebih besar tentu saja membangun semangat anti korupsi itu," ujarnya. (Budi)