Selasa, 23 Juli 2013

Guru SD Mendadak Jadi DPO Teroris

Radar Publik
JAKARTA - Penembakan empat terduga teroris di Tulungagung, Jawa Timur, menyisakan sejumlah kejanggalan. Sejumlah saksi mata menyatakan dua korban, yaitu Mugi Hartanto (38) dan Sapari (49), tidak memiliki masalah hukum.

Mugi dalam kesehariannya merupakan guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri di Tulungagung, sementara Sapari merupakan perangkat desa bidang kesejahteraan rakyat (Kesra). Mugi bahkan disebut-sebut hanya memberikan tumpangan ke salah seorang terduga teroris yang ditembak mati ke hatle bus. Sejatinya, ia akan membayar pakaj motor ke kantor Samsat Polres Tulungagung.

Versi lain coba disuguhkan Mabes Polri untuk menetralisir keterangan keluarga korban dan para saksi mata.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie menyatakan bahwa keempat korban penembakan merupakan DPO kasus terorisme.

"Jadi keempat tersangka yang ditangkap kemarin masuk DPO kasus terorisme, dalam kasus Poso, Solo, Medan, dan Bali," tegasnya kepada wartawan di Gedung Humas Polri, Jakarta, Rabu (24/7/2013).

Jenderal Polisi Bintang Dua itu berkilah, status DPO untuk kasus terorisme, Kepolisian memang sengaja tidak memberikan informasi terbuka kepada masyarakat. "Kalau rilis maka akan kesulitan melakukan pencarian. Kasus terorisme sangat sensitif, kita beri informasi sedikit saja dampaknya bisa sangat jauh, sehingga penyidik akan kesulitan mengungkap kasus yang lebih besar," ungkapnya.

Hingga kini, baik Mugi maupun Sapari masih diinterogasi oleh Densus 88. Sementara jenazah Dayat alias Kim dan Farid alias Rizal sudah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Kemungkinan bisa berkembang pada pelaku lain dan barang bukti lain yang bisa dilakukan penyitaan," jelas Ronny.

Dayat mengalami luka tembak di kepala dan Rizal mengalami luka tembak di dada. Keduanya tewas ditembak petugas Densus 88 di sebuah warung makan kala menunggu bus jurusan Surabaya, kemarin pagi. Sementara Mugi Hartanto dan Sapari ditembak di bagian kaki.

Dalam insiden ini, seorang warga sipil bernama Sudijono (57) menjadi korban peluru nyasar. Dia harus menjalani operasi untuk mengangkat peluru yang bersarang di pinggangnya. Sehubungan dengan penggerebekan ini, Densus 88 berdalih terpaksa melumpuhkan targetnya karena diduga kuat membawa pistol dan bom serta melakukan perlawanan saat dibekuk. (ful)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar