Minggu, 22 Agustus 2021

KPK Menyampaikan Untuk Para Pejabat Publik Dilarang Keras Menerima Gratifikasi

Radar Publik
Jakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengingatkan kembali para pegawai negeri sipil dan Penyelenggara Negara (PN) untuk tidak meminta sumbangan, baik mengatasnamakan individu maupun institusi.

Hal ini disampaikan menyusul beredarnya surat permintaan sumbangan dengan tanda tangan yang diduga Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi.

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan permintaan sumbangan oleh PNS dan PN, kepada pihak manapun, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.

"Karenanya, KPK mengingatkan kepada kepala daerah maupun Pn/PN lainnya untuk tidak melakukan perbuatan meminta, memberi, ataupun menerima sumbangan, hadiah dan bentuk lainnya yang dapat dikategorikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," kata Ipi kepada awak media, Minggu, 22 Agustus 2021.

Ipi lebih jauh menjelaskan, permintaan sumbangan dilarang lantaran dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana.

Ipi mengingatkan, dalam surat edaran KPK tentang Pengendalian Gratifikasi, menegaskan agar para pimpinan kementerian/lembaga/organisasi/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD, serta pimpinan asosiasi/perusahaan/korporasi, juga seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

"Pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ujarnya.

Menurut Ipi, gratifikasi terkait dengan jabatan dapat dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ancaman pidananya yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar," kata Ipi.

KPK berharap pegawai negeri dan penyelenggara negara dapat menjadi teladan bagi masyarakat dengan tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya dengan melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan melanggar hukum. (Abdul) 

Oknum Dokter Bandel Disidang Tertutup

Radar Publik
Batam

Sidang perkara oknum dokter 'nakal' DS (38), akan kembali digelar di Kejaksaan Negeri Batam, Selasa (24/8/2021).

Sidang nantinya masuk ke tahap pembacaan nota pembelaan (Pledoi) oleh terdakwa.

"Iya betul, hari Selasa nanti [Pledoi]," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlambang Adhi Nugroho.


Ia mengungkapkan, DS dijerat Pasal 294 ayat 2 ke 2 KUH Pidana dan dituntut pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.

Diketahui, sidang terhadap DS sendiri digelar tertutup untuk umum.

 Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Batam, data umum terdakwa juga disamarkan dan tak ditampilkan secara detail.

Hal ini pun agak berbeda dengan perkara-perkara lainnya.

Di mana, data umum para terdakwa dipublikasikan secara rinci.

"Semua kasus asusila demikian [tertutup]. Termasuk juga perkara anak," ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam.

Menurut Wahyu, hal ini dilakukan setelah mempertimbangkan banyak aspek.

Apalagi menyangkut perkara anak.

"Untuk menjaga psikis anak agar mentalnya tak terganggu. Karena itu sudah dipikirkan oleh semua ahli makanya sidang itu tertutup untuk umum," katanya. (Abdul)