Jumat, 16 Juni 2017

Pemerintahan diminta tuntaskan kemelut petani tebu

Radar Publik
Jumat, 16 Juni 2017

Rahman Sabon Nama Ketua Umum APT2PHI (Asosiasi Pedagang Dan Tani Tanaman Pangan Dan Hortikultura Indonesia), meminta kepada pemerintah yaitu Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian agar dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan secara mateng dan bijak, seharusnya kebijakan itu dapat melindungi petani tebu dalam negri dan pabrik gula lokal dari liberasi perdagangan gula yang tidak adil karena gula rafinasi untuk kebutuhan industri itu, saya temukan merembes kepasar untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Rahman mendapat laporan dari komunitas petani tebu di kabupaten Bondowoso dan kabupaten Lumajang Jatiroto dan meninjau kangsung ke lokasi petani tebu di Lumajang dan Jatiroto Jawa Timur karena kesulitan  menjual tebu hasil panennya karena dibandrol dengan harga murah oleh PTPN XI di Jatiroto.

"Saya merasa prihatin melihat kondosi petani yang semakin termarjinalkan kurang diperhatikan oleh pemerintah" kata Rahman.

Untuk itu Rahman Sabon Nama menilai aturan lelang gula kristal rafinasi  yang dilakukan Menteri Perdagangan dinilai justru akan merugikan petani dan pedagang kecil, dan akan menimbulkan harga gula yang lebih mahal, juga gula rafinasi hasil lelang yang seharusnya untuk kebutuhan ini industri ini justru akan merembes  kepasar dijual untuk konsumsi masyarakat umum karena garganya lebih murah dibandingkan dengan gula tebu petani lokal.

Oleh karena itu, hal ini akan sangat merugikan petani tebu dan kalangan produsen gula berbahan baku tebu di Jawa Timur. Untuk itu Sabon Nama mempertanyakan  Surat Keputusan Menteri  Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR).

Lanjut Rahman Sabon apabila pembelian gula melalui badan lelang yang telah ditetapkan pemerintah ini, maka ada penambahan cos yaitu biaya lelang untuk setiap kilogram gula yang dilelang. Dengan demikian akan menyebabkan harganya lebih mahal, jadi kenapa pemerintah sepertinya menempatkan diri seperti calo/broker dengan berbungkus kebijakan karena pada akhirnya biaya akan dibebankan pula pada konsumen akhir yaitu rakyat.

"Oleh karena itu saya menyarankan agar presiden Joko Widodo meminta Menteri Perdagangan untuk meninjau kembali kebijakan itu, karena perautran ini akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi," kata Rahman Sabon seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono.

Harga gula rafinasi itu murah sehingga apabila ini merembes kepasar, maka harga gula petani dalam negeri akan jatuh tidak laku dijual baik dipasar oleh pedagang maupun yang dijual oleh pemerintah melalui Bulog.

Hal ini sering terjadi apabila ada impor gula rafinasi, sehingga gula hasil industri gula dalam negri sering numpuk berair dan membatu di gudang.

Bulog kesulitan menjualnya sehingga memaksa  pedagang penyalur Bulog membeli gula dengan sistim kawin dengan beras premium impor, hal ini seharusnya tidak perlu terulang lagi.

Pengawasan Persaingan Usaha harus lebih ketat mengawasi hal ini, karena akan merugikan tidak hanya petani tebu tetapi juga pedagang dan masyarakat sebagai konsumen.

Apalagi pembelian gula impor ini setiap peserta lelang harus menyiapkan dana jaminan untuk mengikuti lelang yang tentu hanya diikuti oleh pengusaha besar, karena akan menyulitkan industri kecil dan UKM karena tidak memiliki modal yang cukup dan juga kebutuhan merekakan tidak begitu besar.

Saya juga mengkwatirkan pemenang lelang akan mencari jalan pintas untuk cepat mendapatkan uang banyak, dengan menjual langsung gula rafinasi kepasar.

"Oleh karena itu saya ingatkan pada para Menteri kabinet pembantu presiden agar kebijakan yang dilakukan itu seharusnya mendukung program kedalautan pangan yang digagas Presiden Joko Widodo, ini kok malahan sebaliknya sehingga publik menilai program kedalautan pangan yang dikampanyekan sepertinya hanya  Omdo alias omong dong cetus Rahman Sabon Nama yang juga fungsionaris DPN HKTI itu mengakiri pernyataannya dari Jombang Jawa Timur." tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar