Minggu, 12 Juni 2016

Pemerintah dinilai tak mampu kendalikan harga pangan

Radar Publij
Senin, 13 Juni 2016

Pemerintah dinilai tidak mampu mengendalikan harga kebutuhan pokok. Bahkan, anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono menilai pemerintah masih sangat lemah dalam mengatasi permasalahan mahalnya harga sembako, terlebih pada daging di berbagai daerah Indonesia khususnya di DKI Jakarta.

Bambang Haryo mendasarkan tudingan itu pada Undang-Undang Perdagangan Nomor 72 Tahun 2014 Pasal 25, bahwa pemerintah pusat dan daerah berkewajiban mengendalikan jumlah yang memadai mutu yang baik dan harga terjangkau dalam jumlah yang cukup.

"Tak hanya itu ada payung hukum lainnya yaitu Perpres Nomor 71 tahun 2015 pasal 2 ayat 6 tentang 11 komoditas barang atau kebutuhan pokok. Dengan adanya payung hukum tersebut seharusnya 11 komoditi bisa dikendalikan pemerintah. Tapi faktanya pemerintah tak bisa," kata Bambang dalam rilisnya yang dilansir laman resmi DPR, Minggu (12/6).

Bambang mencontohkan, ketidakmampuan pemerintah mengendalikan komoditi yaitu dengan tingginya harga daging sapi di DKI yang mencapai Rp115 ribu per kilogram.

"DKI yang otomatis pusat negara justru tinggi. Ini membuktikan kalau pemerintah lemah serta tak hadir di masyarakat dan kalah dengan spekulan. Ini kesalahan pemerintah sekarang dan khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian," paparnya.

Bambang kemudian membandingkan perlindungan komoditi yang dilakukan Pemerintah Malaysia. "Di sana ada price control act (UU kawalan terhadap 30 komoditas). Pemerintah menentukan harga 30 komoditas dan pengusaha diberi keuntungan yang wajar," terangnya.

Jika ada pelanggaran dan pengusaha tak bisa menjelaskan penyebabnya, kata Bambang, maka akan dijerat pidana ekonomi." Ini bentuk sikap tegas pemerintah mengendalikan komoditi untuk keperluan hajat hidup rakyat," tandasnya. (Nyoto)

Siap-siap, kencan dengan PSK bakal kena pidana

Radar Publik
Sidoarjo - Senin, 13 Juni 2016
Lelaki hidung belang yang tertangkap saat "memakai" penjaja seks komersial (PSK) di Sidoarjo, Jawa Timur, akan dipidana. Tak lama lagi, Sidoarjo akan punya Peraturan Daerah (Perda) Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS.

Perda itu akan dijadikan dasar menghukum para hidung belang yang tertangkap 'njajan' di lokalisasi.

"Bukan hanya PSK liarnya saja yang akan dipidana. Penggunanya juga akan disanksi pidana," kata anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Hadi Subiyanto, Minggu (12/6).

Informasi dihimpun Berita Jatim, Perda yang saat ini masih berupa rancangan (Raperda) tersebut, merupakan Perda inisiatif yang diusulkan Komisi D. Tahun ini juga Raperda itu akan dibahas oleh dewan.

"Perda itu mengatur seluruh upaya pencegahan serta penanggulangan HIV/AIDS. Mulai promotif, edukatif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif," jelas politisi Partai Golkar itu.

Hadi menyatakan, pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS harus dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif dan berkesinambungan. Salah satu upaya preventif yang diatur dalam peraturan itu adalah memberikan ketentuan sanksi kepada para pengguna PSK.

"Jika mereka tertangkap aparat saat Perda sudah disahkan, mereka akan dijerat dengan pasal tindak pidana ringan (Tipiring). Ancaman maksimal hukumannya kurungan badan selama 6 bulan, serta denda sebesar Rp50 juta. Meskipun Tipiring, kalau kena batas masimal tentu cukup berat," tandas Hadi.

Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi D, Wijono. Menurutnya, dalam Raperda itu memang berusaha mempersempit ruang lelaki hidung belang, agar menghentikan kebiasaan jajan di luar rumah. Pasalnya, kebiasaan itu sangat membahayakan dirinya sendiri, maupun orang-orang sekitarnya.

"Mereka rentan tertular HIV/AIDS maupun penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya," tandas politisi PDIP itu.

Pria yang juga seorang dokter itu menjelaskan, ketentuan di Perda inisiatif itu,  dibuat sedemikian rupa untuk memberikan peringatan maupun efek jera kepada warga. Khususnya lelaki yang suka jajan di lokalisasi, atau lelaki yang gemar melakukan seks bebas dengan berganti-ganti pasangan.

"Perda itu diharapkan mampu meminimalisir jumlah penderita HIV/AIDS di Sidoarjo," harapnya.

Seperti diketahui, hingga September 2015, jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Delta dilaporkan mencapai 1.400 orang. Sidoarjo juga tercatat sebagai daerah dengan penderita HIV/AIDS tertinggi kedua di Jawa Timur, atau hanya satu strip di bawah Kota Surabaya. (Nyoto)