Senin, 25 September 2023

Kerugian Negara Rp2,1 Triliun, KPK Tetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina


Jakarta, 19 September 2023. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan GKK alias KA selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2011 s.d 2014 sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina (Persero) tahun 2011 s.d 2021.

KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka GKK alias KA untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 19 September s.d 8 Oktober 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK.

Dalam konstruksi perkaranya, pada tahun 2012 PT Pertamina (Persero) memiliki rencana melakukan pengadaan LNG sebagai alternatif mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada kurun waktu 2009 s.d 2040. Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN, Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

GKK alias KA kemudian mengeluarkan kebijakan menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG dari luar negeri, diantaranya perusahaan CCL LLC Amerika Serikat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan sepihak oleh GKK alias KA tanpa kajian menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). Selain itu tidak dilakukan pelaporan untuk menjadi bahasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerinah. Sehingga tindakan GKK alias KA tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah.

Oleh karenanya seluruh kargo LNG milik PT Pertamina (Persero) yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat itu tidak terserap di pasar domestik, yang berakibat menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Atas kondisi itu, kargo LNG harus dijual oleh PT Pertamina (Persero) dengan merugi di pasar internasional. Sehingga menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 Triliun.

Perbuatan GKK alias KA bertentangan dengan ketentuan diantaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina (Persero); Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008; Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011; dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN.

Tersangka GKK alias KA kemudian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Biro Hubungan Masyarakat

Komisi Pemberantasan Korupsi

Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan

Call Center KPK: 198,

Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan

Ali Fikri - 085216075917

Kamis, 14 September 2023

KPK telah Tahan Seluruh Tersangka Suap ‘Ketok Palu’ Anggaran di DPRD Jambi

Jakarta, 1 September 2023. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap 6 orang Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017-2018. Para Tersangka tersebut merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019, yaitu MH, LS, EM, MK, RH, dan MS.

Para Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 1 s.d 20 September 2023 di Rutan KPK. Dengan penahanan ini, maka seluruh Tersangka dalam perkara tersebut telah dilakukan penahanan.

Dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan itu, KPK sebelumnya telah menetapkan 24 Tersangka yang saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. KPK kemudian memulai penyelidikan baru dengan mencermati fakta hukum dalam perkara ini, dan menetapkan kembali 28 Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019 sebagai Tersangka.

Pada konstruksi perkaranya, untuk memperoleh persetujuan pengesahan RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018, diduga Tersangka NU dkk yang menjabat Anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014 s.d 2019 meminta sejumlah uang “ketok palu” kepada Zumi Zola yang saat itu menjabat Gubernur Jambi. Zumi Zola selanjutnya menyerahkan uang melalui orang kepercayaannya Paut Syakarin sejumlah Rp2,3 miliar.

Pembagian uang “ketok palu” disesuaikan dengan posisi dari para Tersangka di DPRD yang besarannya dimulai Rp100 juta s.d Rp400 juta peranggota DPRD. Sedangkan besaran uang yang diterima MH, LS, EM, MK, RH, dan MS masing-masing sebesar Rp200 juta. Dengan pemberian uang dimaksud, selanjutnya RAPBD Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018 akhirnya disahkan.

Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf (a) atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Permufakatan korupsi antara kepala daerah sebagai eksekutif dan anggota dewan dalam proses pengesahan anggaran, berpotensi menjadi mata rantai korupsi yang tidak pernah putus pada pelaksanaan anggaran dan tahap pertanggungjawaban nantinya. Sehingga dampak akhirnya adalah pembangunan yang tidak optimal bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itulah, dalam pemilu nanti, penting bagi masyarakat untuk memilih para calon pemimpin dan wakil rakyat yang jujur dan beritegritas. Salah satunya dengan menolak praktik-praktik politik uang.

 

Biro Hubungan Masyarakat

Komisi Pemberantasan Korupsi

Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan

Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan

Ali Fikri - 085216075917


Rep. (Nyoto)