Minggu, 08 September 2013

Penutupan lokalisasi Saritem

Radar Publik
BANDUNG - Penutupan lokalisasi Saritem di Kemacatan Andir, Kota Bandung, Jawa Barat, mendapat respons positif dari berbagai kalangan.

Apa harapan masyarakat Kota Bandung bila lokalisasi tersebut sepenuhnya ditutup dan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan pusat seni dan perekonomian?

Ditemui di Pasar Minggu Gasibu, seorang ibu rumah tangga, Avitia Nurmatari (27), menyesalkan mengapa baru setelah ada kasus penembakan, isu penutupan Saritem kembali mencuat.

“Saya tentunya sangat mendukung. Tapi saya kira dengan jangka waktu hampir enam tahun untuk pembebasan lahan itu terlalu lama. Coba waktu itu tidak ada penembakan di sana (Saritem). Mungkin enggak akan ketahuan kalau masih ada prostitusi,” ucap ibu satu anak itu.

Meski demikian, warga Kecamatan itu tetap mendorong pemerintah, terutama Wali Kota Bandung yang baru, Ridwan Kamil, untuk segera mewujudkan alih fungsi Saritem.

“Saya pribadi sebagai perempuan mendukung penuh. Tapi satu yang saya titipkan, jangan sampai nasib para PSK di sana telantar. Kalau bisa rangkul mereka, beri pelatihan, dan pekerjakan secara layak,” ungkapnya.

Di tempat sama, warga lainnya, Wawan Kurniawan (43), berharap, selain lokalisasi Saritem, pemerintah juga harus memperhatikan para PSK yang mencari pelanggan di pinggir-pinggir jalan, salah satunya di kawasan Stasiun Bandung.

“Saya setiap pagi ke Bandung naik KRD. Nah di sekitar stasiun itu banyak bondon (PSK) di situ. Kenapa enggak juga ikut ditertibkan,” tutur pedagang asal Cicalengka itu.

Ia pun menyampaikan keluhannya mengenai fenomena perempuan yang menjual diri. Menurutnya, fenomena PSK ada karena kekurangpedulian pemerintah terhadap masyarakat, terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja. Salah satu usulan Wawan adalah kemudahan dalam mendapat modal usaha.

“Jangankan mereka yang cari makan enggak halal, saya saja yang cari makan halal dengan cara jualan susah buat cari pinjaman modal ke pemerintah. Jadi jangan terlalu menyalahkan bondon-bondon itu," jelasnya.

Senada dengan Wawan, salah seorang buruh asal Kabupaten Karawang, Saipul Ramadan (35), mengatakan, selama ini masyarakat memilih jalan instan untuk mendapat uang.

“Saya rasa pemerintah itu harus berkaca dan introspeksi, mengapa banyak perempuan muda yang memilih jadi PSK. Salah satunya mereka sulit mencari kerja dan penghasilan sehari-hari tidak mencukupi,” tegasnya.

Dia menyebut, di Karawang tidak sedikit perempuan muda yang memilih menjadi PSK di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

"Bayangkan saja, mereka itu kebanyakan usia muda, jiwanya labil. Mereka betah menjadi PSK dibanding seperti kita-kita menjadi buruh dengan penghasilan pas-pasan,” tukasnya.

Ia meminta pemerintah lebih memberikan perhatian kepada kaum muda, khususnya di daerah-daerah yang dikenal sebagai ‘penghasil’ PSK. “Mulailah dari akar permasalahannya. Jangan langsung ke buahnya. Kalau yang jadi PSK-nya sudah enggak ada, otomatis lokalisasi atau praktik prostitusi juga tidak ada,” tutupnya. (Nyoto)

BERITA RADAR PUBLIK

Box Redaksi Radar Publik

Box Redaksi PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO SERTIFIKAT STANDAR : 11052300936180004 Nama Pelaku Usaha       ...